Ancang-ancang PTBA Lanjutkan Proyek DME, Lepas dari AS Berlabuh ke China

By | October 21, 2025

JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tengah bersiap untuk melanjutkan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) pada tahun depan.

Proyek yang diharapkan dapat menjadi subtitusi liquefied petroleum gas (LPG) itu mandek usai ditinggal investor utamanya dari Amerika Serikat (AS), Air Products & Chemical Inc. Kini, PTBA memberi sinyal akan melanjutkan proyek tersebut bersama mitra dari China.

Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA Turino Yulianto mengungkapkan bahwa Perseroan telah melakukan berbagai persiapan, termasuk menyiapkan partner teknologi baru untuk mengerjakan proyek DME.

Dia bercerita pihaknya telah mengunjungi pabrik-pabrik gasifikasi di China yang mengubah batu bara menjadi produk kimia, termasuk DME, methanol, hingga polypropylene. Di China, kata Turino, proyek gasifikasi menjadi zat kimia telah berjalan 20-30 tahun. Hal tersebut dinilai menjadi salah satu kunci industri di Negeri Tirai Bambu itu sangat kompetitif.

Meski demikian, dia belum dapat memastikan siapa mitra baru yang akan bergabung dalam proyek DME. Dia hanya memberi sinyal ada investor China yang telah kompeten di bidang tersebut lebih dari 20 tahun.

“Jadi teknologinya sudah berkembang dan mereka masih membesarkan kapasitas. Jadi mereka macam-macam. Satu produk dari batu bara bikinnya nggak hanya tunggal DME. Bikin ini, bikin ini. Ada satu pabrik yang punya 50 produk,”

PTBA telah menjajaki sejumlah calon mitra baru proyek DME, yaitu CNCEC, CCESCC, Huayi, Wanhua, Baotailong, Shuangyashan, dan ECEC. Dalam hal ini, hanya ECEC (East China Engineering Science and Technology Co.) yang berminat sebagai mitra investor.

ECEC yang telah menyampaikan proposal awal (preliminary proposal) coal to DME pada November 2024, mengusulkan processing service fee (PSF) indikatif senilai US$412 hingga US$488 per ton. Angka tersebut lebih besar dibanding ekspektasi Kementerian ESDM, yakni senilai US$310 per ton.

Selain mitra, PTBA juga telah menyiapkan cadangan batu bara sebanyak 800 juta ton untuk proyek hilirisasi, termasuk DME. Turino mengatakan, proyek DME membutuhkan batu bara sekitar 5-6 juta ton per tahun atau 100-120 juta ton untuk 20 tahun. Cadangan tersebut diamankan guna meyakinkan investor yang akan mengoperasikan pabrik pengolahan batu bara menjadi DME.

“Investor itu mau tahu, ‘kamu punya enggak sih batu bara 100 juta ton? Makanya kami lock 800 juta ton itu di Sumatra Selatan dan di Riau, ini khusus hilirisasi jadi dari sisi suplai bahan baku sudah ready,”

PTBA juga telah mempersiapkan kawasan industri di Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE), Tanjung Enim, Sumatra Selatan seluas 600 hektare untuk proyek DME.

Tak hanya itu, produk DME yang dihasilkan juga telah mendapat kepastian offtaker, yakni PT Pertamina Patra Niaga. Oleh karena itu, PTBA juga masih terus berdiskusi dengan Pertamina terkait harga dan lainnya.

“Insyaallah, kalau semua lancar ya. Kami sudah agak mengerucut nih. Cadangan sudah ready, tempat sudah ready, teknologi kami sudah ready. Terus kemudian tinggal keekonomian sedikit lagi. Lagi berembuk dengan Danantara,”

Turino tak memungkiri nilai keekonomian produk DME masih menjadi tantangan. Perseroan pun tengah berdiskusi masalah keekonomian yang mencakup harga batu bara, capex investasi, dan harga jual DME, dengan Danantara.

Namun, pihaknya belum dapat memastikan masuknya Danantara ke proyek tersebut.

“Belum tahu kalau itu [bantuan investasi Danantara]. Yang penting kami dari PTBA sudah menyiapkan cadangan, partner teknologi kita siapkan, kawasan industri kita siapkan,”

Bila tak ada aral melintang, PTBA menargetkan proyek DME dapat mulai dieksekusi pada tahun depan. Untuk membangun satu pabrik pengolahan batu bara DME, Turino menyebut, kebutuhan investasi diperkirakan mencapai US$2,5 miliar atau sekitar Rp40 triliun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *